Menantang Bahaya demi Foto di Social Media

Waktu itu adalah saat-saat akhir tahun 2017. Saat dimana pariwisata Bali lagi down karena santernya berita tentang letusan satu-satunya gunung berapi di Bali yaitu Gunung Agung. Mulai dari televisi, media sosial facebook maupun gambar-gambar di Instagram hampir setiap hari memuat berita tentang letusan gunung Agung. Bahkan di media instagram banyak sekali turis-turis yang sengaja berpose sangat dekat dengan gunung Agung yang tengah mengepulkan asap tebal yang tinggi ke langit. Foto mereka pun di buat fenomenal dengan berbagai pose yang aneh-aneh. 

Hal ini ternyata juga membuat penumpang saya penasaran dan ingin berpose yang sama dengan turis turis lain. Tentu saja saya tidak menyarankan mereka untuk mendekati Gunung Agung. Letusannya bisa terjadi tiba-tiba tanpa ada yang tau kapan gunung ini akan benar-benar meletus dengan serius. Tetapi penumpang saya yang berasal dari Slovakia ini tetap membujuk saya untuk mengantar mereka minimal ke Karangasem kotanya saja. Meskipun jaraknya tidak terlalu dekat dari Gunung Agung minimal mereka bisa melihat gunung berapi yang lagi mengepulkan asap tebal yang membumbung tinggi buat kenang-kenangan, katanya. Akhirnya saya pun menyanggupi mengantar mereka tour seharian esok harinya dengan syarat tidak ada kunjungan ke Gunung Agung.

Di pagi hari berikutnya saya pun menepati janji menjemput mereka di hotel. Tepat jam 8 pagi saya sampai di hotel mereka di daerah Double Six. Ternyata penumpang-penumpang saya sudah siap berangkat, mereka sepertinya sangat antusias dengan trip ini. Sambil jalan saya pun bertanya kemana saja tujuan trip hari ini. Mereka sepenuhnya menyerahkan itinerary ke saya. Yang terpenting buat mereka adalah bisa melihat Gunung Agung yang sedang mengepulkan asapnya. Mendengar jawaban mereka membuat saya bingung dan segera memutar otak untuk membuat itinerary dadakan. Saya pun menyusun planing dengan tujuan pertama Kertagosa di Klungkung, setelah itu ke Tirta Gangga dan selanjutnya ke Taman Ujung. Mereka hanya mengangguk pertanda setuju dengan itinerary yang saya susun. 

Setelah perjalanan satu jam kita pun sampai di Kerthagosa. Saya pun mengantar mereka membeli tiket masuk tetapi saya menunggu di luar sekalian istirahat. Setelah sekitar 30 menit mereka pun selesai dan menghampiri saya. Akhirnya perjalanan dilanjutkan menuju ke Tirta Gangga. 

Dari Tirta Gangga jika cuaca sedang cerah sebenarnya bisa terlihat Gunung Agung meski jaraknya cukup jauh. Sambil beristirahat, makan dan minum untuk mengembalikan energi saya pun menunggu penumpang saya. Tapi tak berapa lama mereka sudah keluar dari Tirta Gangga. Ketiga penumpang saya itu mengatakan bahwa sebenarnya dia menginginkan wisata outdoor dan saat ini mereka ingin melihat Gunung Agung dari dekat. 

Antara jengkel dan kasihan hingga membuat saya bingung, menolak atau mengabulkan permintaan mereka. Akhirnya perang batin yang terjadi di kepala saya memutuskan untuk mengabulkan permintaan mereka yaitu pergi ke kaki Gunung Agung. Sebelum berangkat saya pun memberikan beberapa syarat diantaranya : Jika ada petugas penjaga menolak kita untuk masuk area Gunung Agung kita tidak boleh memaksa dan harus segera pulang. Jika di tengah jalan cuaca semakin buruk atau pandangan semakin kabur perjalanan dihentikan dan kita harus balik arah. Semua penumpang saya menyanggupi dan memberikan ekspresi senang terlihat dari pancaran dan raut muka mereka. 

Demi mempersingkat waktu akhirnya kami putuskan untuk mengikuti jalan seperti yang ada di aplikasi google map. Kita lewat jalan pintas yang melewati daerah Sibetan. Baru pertama kali itu saya melewati jalan tersebut. Ternyata jalan yang kami lewati cukup kecil dengan rute melewati gunung dan bukit. Cukup ngeri saya dibuatnya. Meski sempit kita sesekali masih harus berpapasan dengan truk pengangkut barang. Terkadang di sisi kanan maupun kiri jalan yang kami lewati terbuka jurang yang menganga yang siap menampung orang-orang yang lagi sial di perjalanan. Jalanan pun berbelok-belok naik turun. Saya paling takut melewati tanjakan curam di jalanan sempit. Takut kalau berpapasan dengan truk atau mobil lain, bahkan saya tidak berani menoleh sebelah kanan saya yang merupakan lereng curam dengan pemandangan indah sawah yang menghijau. Saya hanya fokus mengemudi supaya segera bisa menemukan jalan besar di daerah Besakih. Permainan adu nyali di jalanan menanjak curam dengan menggunakan mobil berkapasitas 1000cc pun berakhir sekitar tiga puluh menit. 

Kami cukup beruntung karena jalanan relatif sepi. Tidak banyak kendaraan yang melewati daerah tersebut. Hal ini terjadi karena masyarakat sekitar sudah banyak yang mengungsi menjauhi daerah lereng dan kaki Gunung Agung. Banyak dari mereka mengungsi ke Denpasar, Badung maupun Singaraja. Semakin mendekati lereng gunung suasana semakin sepi. Di sepanjang jalan terlihat tumpukan abu yang menutupi pepohonan yang kami lewati. Dedaunan sudah tidak berwarna hijau lagi tetapi berubah warna menjadi abu-abu. Sisa-sisa banjir akibat hujan deras dan campuran magma maupun abu vulkanik masih terlihat saat kita melewati sungai dari atas sebuah jembatan. 

Memasuki daerah Besakih kita dihentikan oleh beberapa petugas yang sedang jaga. Mereka menanyakan akan kemana tujuan kita. Saya jawab bahwa kita mau ke Pura Besakih. Mereka melarang kami melanjutkan perjalanan karena tempat suci dan sekaligus tempat wisata tersebut saat ini sedang ditutup. Raut muka kecewa sangat terlihat di wajah - wajah penumpang saya. Para petugas tersebut memberikan alternatif ada satu tempat yang bisa kami datangi yaitu di pos pemantauan Gunung Agung. Akhirnya kita pun menuju ke arah yang ditunjukkan oleh petugas tersebut. 

Tak berapa lama mengemudi akhirnya kita sampai di pos pemantauan Gunung Agung. Di pos tersebut ternyata ada juga pengunjung dan beberapa turis yang lagi melihat gunung yang sedang mengepulkan asapnya. Jaraknya cukup dekat tapi tempatnya relatif aman untuk pengunjung. Turus-turis penumpang saya dari Slovakia berpose dengan antusias dengan latar belakang Gunung Agung dengan asapnya yang membumbung ke angkasa. Tak henti-hentinya mereka berpose dan mengambil gambar. Kadang mereka bergantian memotret satu sama lain dengan cara berpindah-pindah lokasi dan berganti-ganti gaya. Saya pun ikut bahagia dan sesekali mengambilkan foto untuk mereka.






 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjadi KDRT di Mobil Saya

Do Yo Want Some Bintang?

Penumpang dari Manakah yang paling Royal Tip?