Trip Horor ke Desa di Bangli


Wabah virus Corona melanda dunia. Salah satu yang paling terkena dampak wabah virus covid 19 adalah bisnis transportasi online. Dengan pembatasan mobilisasi penduduk maka jumlah order yang masuk juga berkurang secara signifikan seperti yang terjadi di hari itu. Dari pagi sampai sore saya masih dapat satu trip. Sambil baca-baca cnbcindonesia.com saya aktifkan aplikasi driver saya, ternyata tanpa diduga ada orderan masuk dari rumah sakit Sanglah dengan tujuan yang cukup jauh yaitu salah satu desa di Bangli. Perjalanan akan memakan waktu satu setengah sampai 2 jam. Tambahan lagi saat itu sudah jam 7 malam, antara meneruskan trip atau tidak akhirnya saya putuskan untuk mengantar penumpang saya. 

Ternyata bapak yang order ini bukan buat dia sendiri tapi untuk saudaranya yang baru pulang opname karena sakit tipus parah, Saat itu masih belum wajib masker sehingga salah satu penumpang bisa duduk di kursi depan. Setelah memasukkan barang-barang yang cukup banyak ke bagasi saya memulai trip saya ke Bangli. 

Baru kali ini saya ada trip malam keluar kota dan jaraknya lumayan jauh. Setelah melewati Denpasar dan Gianyar jalanan sudah mulai sepi dan mulai jarang kendaraan yang lewat. Saya ingat betul kalau perjalanan siang hari pemandangan persawahan dan perbukitan di sini sangat indah. Tetapi saat malam hari ternyata suasananya sangat berbeda dengan siang hari karena jalanan sepi dan gelap.

Setelah melewati perbatasan Gianyar-Bangli akhirnya sampai juga kami di kota Bangli. Bangli bukanlah kota yang besar, di malam hari suasana cukup dingin dan sepi. Setelah melewati RSUD Bangli Bli Agus cerita bahwa sebelumnya dia berobat ke RSUD Bangli tersebut tetapi karena kondisinya yang cukup parah akhirnya dia di rujuk ke RSUP Sanglah. Bli Agus menceritakan juga tentang cerita horor yang pernah terjadi di eks RSUD Bangli. Aduh gimana pulangku nanti jd deg-degan dan khawatir karena saya tipikal orang yang penakut. Sekarang masih mending 4 orang yang ada di dalam mobil, tapi akan lain ceritanya saat pulang baliknya nanti. Saya akan sendirian di dalam mobil dan pastinya lalu lalang kendaraan akan semakin sepi. 

Setelah melewati Pura Kehen kita berbelok ke kiri dan memasuki jalan aspal kecil yang di sebelah kanan kirinya masih tertutup pohon-pohon dan ladang yang lebat. Kontur jalan juga berbelok belok dan naik turun. Hampir tidak ada satupun motor atau mobil yang berpapasan dengan saya membuat nyali saya semakin menciut. Setelah melewati Pura Dalem dan ada tanjakan yg cukup tajam akhirnya kita memasuki kawasan desa. Bli Agus memberi instruksi bahwa rumahnya masih masuk agak ke dalam. Akhirnya sampai juga di rumah penumpang saya, setelah mereka membayar saya pun bergegas pamit pulang. Sebelumnya saya bertanya tentang rute yg lewat Ubud supaya lebih cepat dan mereka pun memberikan penjelasan tentang rute nya . Saya berusaha mengingat dan juga dibantu dengan google map akhirnya perjalanan pulang lewat jalan pintas ke Ubud. 

Setelah keluar dari perkampungan jalanan semakin sepi dan gelap, bahkan tak ada satu motor atau mobil pun yang berpapasan dengan saya. Melewati jalanan menurun menikung di sebelah kanan saya berdiri Pura Dalem dengan beberapa patung yang tampak seram seperti memperhatikan saya yang sedang melewatinya. Saya sama sekali tidak berani menoleh ke arah kaca spion yang memperlihatkan pandangan ke arah kursi jok dan bagian belakang mobil. Komat–kamit saya berdoa agar bisa segera menemukan jalan besar supaya hati saya bisa lega. Tepat sebelum melewati sebuah jembatan sekonyong konyong mata saya menangkap sebuah bayangan orang tua agak bungkuk yang juga akan melewati jembatan itu. Pedal gas saya tambah kecepatan supaya bisa segera lebih cepat melewati jembatan sepi ini. Saya tetap mengikuti rute yang berasal dari google map supaya cepat sampai di Ubud. 

Setelah beberapa menit akhirnya sampai juga saya di satu desa kecil yang tak kalah sepi suasananya mungkin karena malam semakin larut semua orang di situ sudah pada tidur. Saat melewati persimpangan petunjuk arah di hp saya semakin membingungkan, akhirnya saya berhenti sejenak untuk mempelajari rute yang ada di hp. Akhirnya saya ikuti sesuai petunjuk tetapi semakin lama jalanan yang saya lalui semakin jelek dan kecil. Saya semakin kalut dan bingung. Keringat dingin seakan berlomba membanjiri leher dan punggung saya. Saya berhenti di depan sebuah rumah megah yang gelap dan berusaha putar balik arah kembali ke jalan yang tadi saya lewati. Setelah melewati persawahan dan satu jembatan lagi akhirnya sampailah saya ke jalan raya utama Tampak Siring. Saya menarik napas lega dan pikiran saya langsung jadi plong setelah melewati jalan yang cukup horor buat saya tadi. 

Sebetulnya kalau perjalanan dilakukan siang hari kita akan bisa menikmati sejuk dan hijaunya jalanan desa khas Bali. Jalanan desa dengan rumah adat Bali dan kanan kirinya banyak melewati pura yang indah, areal persawahan dengan jalan aspal kecil yang berkelok kelok naik turun yang menarik untuk dieksplore saat siang hari. 
Tetapi saat malam suasananya sangat berbeda terasa horor, hening dan mencekam. Setelah perjalanan sekitar 40 menit akhirnya sampai juga saya di Ubud. Saya pun berhenti di kedai mie ayam untuk mengembalikan energi dan suasana hati saya yang sempat dilanda kepanikan dan ketakutan.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjadi KDRT di Mobil Saya

Do Yo Want Some Bintang?

Penumpang dari Manakah yang paling Royal Tip?